Senin, 28 Maret 2016

Adenomiosis (Endometriosis Interna)

ADENOMIOSIS

1.            Definisi
Adenomiosis (endometriosis interna) adalah implantasi jaringan endometrium di dalam miometrium (otot rahim). Akibat implantasi endometrium yang masih aktif dalam otot rahim terjadi perubahan pada saat menstruasi atau aktivitasnya mengikuti perubahan hormonal. Pada saat menstruasi, endometrium mengalami proses menstruasi pula tetapi darah tidak mempunyai saluran untuk keluar sehingga terjadi timbunan darah. Timbunan darah ini saat menstruasi menimbulkan rasa sakit. 1
Adenomiosis uterus adalah perluasan kelenjar endometrium dan stroma secara simetris atau terlokalisasi ke dalam miometrium. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan endometriosis atau mioma. 2

2.            Epidemiologi
Diagnosis adenomiosis ditegakkan secara histologis sehingga angka insidensi yang pasti tidaklah dapat ditentukan. Dalam berbagai penelitian, prevalensinya berkisar antara 5 hingga 70%. Besarnya rentang ini mungkin dikarenakan oleh banyak faktor termasuk klasifikasi diagnostik yang beragam, perbedaan jumlah jaringan yang diambil sebagai sampel biopsi dan biasa yang mungkin timbul dari hal patologinya sendiri karena mempertimbangkan perjalanan penyakit pasien. Secara umum, rata-rata frekuensi kejadian adenomiosis pada histerektomi adalah sekitar 20-30%.3
Adenomiosis sering berkembang pada usia reproduksi lanjut, biasanya antara usia 35 dan 50 tahun.  Estimasi prevalensi adenomiosis sangat luas dari 5-70% dengan frekuensi rata-rata tindakan histerektomi sekitar 20-30%. Wanita premenopause dengan diagnosis adenomiosis yaitu 70%. Di Indonesia endometriosis ditemukan kurang lebih 30% pada wanita infertil. 3,4

3.            Etiologi
Mekanisme perkembangan adenomiosis tidak diketahui. Pada binatang, prolaktin muncul sebagai pemicu awal dari adenomiosis disamping estrogen dan progesteron dibutuhkan sebagai penyelenggaranya. Ketika prolaktin dan antagonis dopamin diberi pada mencit neonatus (usia 1-14 hari) atau mencit dewasa muda (usia 40-79 hari), binatang-binatang tersebut menderita adenomiosis dengan angka yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan mencit yang tanpa perlakuan. Disamping itu, mencit yang diberi dietilstilbestrol dan progesteron menghasilkan proporsi lebih tinggi berkembangnya adenomiosis. Meskipun demikian, tidak ada yang menunjukkan secara langsung hubungan prolaktin dan kelebihan estrogen terhadap perkembangan adenomiosis.5
Trauma uteri dengan gangguan pada endometrium dan miometrium junction (misalnya pada proses kelahiran) telah dikaji sebagai penyebab adenomiosis. Kemungkinan trauma persalinan merusak pertautan endometrial-miometrial yang selanjutnya terjadi hiperplasia reaktif dari endometrium basalis menghasilkan invasi miometrium melalui lapisan basal dan perkembangan adenomiosis. Trauma pembedahan dari lapisan uterus juga sebagai predisposisi perkembangan adenomiosis.4

4.            Gejala klinis
Gejala klinik yang dijumpai pada adenomiosis adalah:
1.         Menoragia : perdarahan banyak saat menstruasi
2.         Dismenorea sekunder : rasa sakit sebelum dan pada saat menstruasi
3.         Nyeri pelvis
4.         Pembesaran rahim asimetris walaupun ukuran biasanya kurang dari 14 cm dan lunak, khususnya saat menstruasi. Pergerakan uterus tidak terbatas dan tidak dikaitkan dengan kelainan adnexa. 6
5.         Kadang-kadang adanya daerah adenomiosis yang melunak dapat diamati tepat sebelum atau selama permulaan menstruasi.
6.         Keadaan ini cenderung terjadi pada wanita yang melahirkan >30 tahun dan jarang pada nulipara. 1

5.            Faktor risiko
1.            Usia
70-80% wanita mengalami histerektomi pada adenomiosis berada pada dekade 4 dan 5 serta multiparitas. Beberapa penelitian melaporkan rata-rata usia >50 tahun yang mengalami histerektomi pada penderita adenomiosis.
Adenomiosis stadium awal mungkin menunjukkan perbedaan fenotip klinik dibandingakan dengan adenomiosis stadium lanjut.
2.            Multiparitas
Presentasi tinggi terjadinya adenomiosis pada wanita dengan multiparitas. Kehamilan memudahkan pembentukan adenomiosis dengan membiarkan fokus adenomiosis berada pada miometrium karena invasif alami dari trofoblas terhadap pertambahan serabut-serabut miometrium. Jaringan adenomiotik mungkin memiliki reseptor estrogen lebih tinggi dan lingkungan hormonal pada kehamilan menguntungkan bagi perkembangan kelompok endometrium ektopik.
3.            Pembedahan uterus
Wanita yang memiliki riwayat pembedahan uterus seperti kuretage atau operasi caesar memiliki risiko lebih tinggi untuk berkembangnya kondisi ini daripada wanita rata-rata yang berisiko. 3
4.            Merokok
Penurunan level serum estrogen telah dilaporkan pada perokok.


5.            Kehamilan ektopik
Inplantasi adenomiosis dapat menghasilkan perkembangan kehamilan didalam miometrium.
6.            Depresi dan penggunaan antidepresan
Penelitian terbaru tentang adenomiosis telah menemukan peningkatan risiko pada manusia dan binatang yang mengalami depresi dan penggunaan antidepresan. Ini mungkin berkaitan dengan dinamika prolaktin yang abnormal.
Pada penelitian in vitro menjelaskan bahwa prolaktin dihasilkan oleh jaringan uterus manusia meliputi endometrium, miometrium dan leiomioma dan reseptor prolaktin fungsional berada dalam uterus dan mampu berlaku sebagai sel otot polos mitogen. Pertumbuhan endometriosis mungkin di atur oleh sistem imun alami dalam lingkungan pelvis.
7.            Pengobatan tamoxifen
Adenomiosis relatif jarang pada wanita postmenopaus tapi indensi lebih tinggi pada wanita yang diterapi dengan tamoxifen untuk kanker payudara.
Tamoxifen adalah antagonis reseptor estrogen pada jaringan payudara melalui metabolit aktifnya, hidroxytamoxifen. Di dalam jaringan endometrium, hidroxytamoxifen bekerja seperti agonis sehingga adenomiosis dapat berkembang atau teraktivasi kembali. 4

6.            Patofisiologi
Peneliti mengajukan hipotesis bahwa patogenesis adenomiosis adalah invasi miometrium oleh endometrium menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia miometrium. Pendukung teori ini berkaitan dengan paritas yang menyebabkan gangguan pada uterus saat kehamilan dan melahirkan secara sesar dapat memicu terjadinya adenomiosis.2


Gambar 1. Uterus normal dan adenomyosis

Mekanisme pasti mengenai bagaimana munculnya gejala adenomiosis masih belum jelas. Meskipun demikian, ada beberapa perubahan yang terjadi pada miometrium pasien yang kemudian menimbulkan gejala menoragia. Fokus adenomiosis dapat mempengaruhi susunan otot-otot normal di uterus, dan karena itu, otot-otot uterus jadi tidak dapat berkontraksi dengan optimal sewaktu menstruasi sehingga muncullah perdarahan dalam jumlah lebih banyak. Distorsi dari lapisan miometrium sebelah dalam pada zona junctional juga akan mempengaruhi kontraksi miometrium, orientasi, amplitudo dan frekuensi kontraksi, yang berakibat pada menoragia, karena lapisan miometrium subendometriumnya terlibat dalam modulasi kontraksi uterus di sepanjang siklus menstruasi. Sebagai tambahan, adenomiosis dapat berakibat pada pembesaran uterus dimana luas area permukaan endometrium jadi lebih luas, jaringan adenomiosis ektopik tersebut mengandung sitokin-sitokin seperti faktor pertumbuhan angiogenik (basic fibroblast growth factor).6

Menoragia dapat menyebabkan ketidakstabilan uterus atau dismenorea akibat stimulasi dan edema jaringan endometrium di dalam miometrium. Diperkirakan bahwa jaringan adenomiosis mungkin memiliki karakteristik yang sama dengan endometriosis, dimana endometrium ektopik tersebut memiliki reseptor siklooksigenase 2 dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah reseptor yang sangat banyak ini menyebabkan peningkatan pembentukan prostaglandin, dan mengakibatkan dismenorea berat dan nyeri panggul kronik.2

Gambar 2. Histerektomi total

Hormon steroid gonadal juga berperan dalam patofisiologi adenomiosis. Penempelan adenomiotik menunjukkan aktivitas sulfatase estron dan juga berbagai bentuk reseptor estrogen. Peran estrogen dan estrogen reseptor pada penempelan adenomiotik selanjutnya didukung dengan bukti bahwa hiperplasia endometrium lebih lazim terjadi pada wanita yang mengalami adenomiosis. Prolaktin menjadi kunci agen patologik. Mencit yang memiliki level prolaktin plasma yang tinggi dan pemberian bromokriptin mencegah perkembangan adenomiosis. Paparan tidak langsung dari uterus karena hiperprolaktinemia sekunder terhadap pengobatan serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dapat menyebabkan adenomiosis. Teori ini diperkuat dengan  bukti yang menunjukkan bahwa depresi dan penggunaan antidepresan  meningkatkan kejadian adenomiosis. Serta peninggkatan level FSH juga penting dalam patogenesis penyakit ini. 7

7.            Diagnosis
Adenomiosis adalah diagnosis klinis dan dapat dikonfirmasi dengan gambaran patologi anatomi. Studi pencitraan yaitu USG transvaginal dan MRI walaupun membantu tapi memiliki akurasi yang kurang dan tidak direkomendasikan secara rutin.5

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan USG Adenomiosis
8.            Diagnosis Banding
1.    Kehamilan
2.    Leiomioma submukosa (leiomioma terjadi pada 50-60% kasus adenomiosis)
3.    Endometriosis pelvis (menyebabkan komplikasi pada 15% adenomiosis)
4.    Sindrom kongestif pelvis
5.    Hipertrofi uteri idiopatik
6.    Kanker endometrium.1
9.            Penatalaksanaan
1.    Bersifat simtomatik jika masih ingin mempertahankan kemampuan untuk memiliki anak. Terapi hormon tidak bermanfaat.
2.    Kadang-kadang adenomioma yang terisolasi dapat diangkat dengan pembedahan.
3.    Terapi kuratif yang biasa dikerjakan adalah histerektomi. 1
4.    Pada kasus adenomiosis ringan tidak membutuhkan terapi dan sering menghilang secara spontan setelah menopaus.
5.    Nyeri menstruasi yang parah dapat diterapi dengan obat antiprostaglandin. Namun jika periode nyeri berkepanjangan dan tidak dapat ditoleransi dengan antiprostaglandin maka dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.
6.    Hormon sintetik agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) dapat menjadi alternatif diluar pembedahan seperti progestin-releasing intrauterine devices (misalnya Mirena). 3
7.    NSAID, kontrasepsi oral, dan menekan menstruasi menggunakan progestin telah dibuktikan dapat membantu dalam penanganan awal. 6


DAFTAR PUSTAKA

1.         Benson, RC., Pernoll, ML, 2009, Buku Saku Obstetri & Ginekologi, Edisi 9, EGC, Jakarta.
2.         Sinclair, C, 2010, Buku Saku Kebidanan, EGC, Jakarta.
3.         Carlson, KJ, et al, 2004, The Harvard Guide to Women’s Health, Harvard University Press.
4.         Taran, FA, et. Al, 2013, Adenomyosis: epidemiology, Risk Factors, Clinical Phenotype and Surgical and Interventional Alternatives to Hysterectomy, geburtshilfe Frauenheilkd, Journal: accessed October 30 2014, German.
5.         Blaustein, A, Kurman, RJ, 2002, Blaustein’s Pathology of the Female Genital Tract, Springer Science & Business Media.
6.         Berek, JS, 2007, Berek & Novak’s Gynecology, Williams, L, Wilkins.
7.         Strauss, JF, Barbieri RL, 2013, Yen and Jaffe’s Reproductive Endocrinology, Elsevier Health Sciences, accessed November 3 2014.
8.         Milwaukee, 2008, Endometriosis, article, accessed in November 8 2014, Gale Encyclopedia of Medicine.

9.         Agarwal N, Subramanian, A, 2010, Endometriosis-Morphology, clinical presentations and Molecular Pathology, Medknow Publications, Accessed in November 9 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar