ADENOMIOSIS
1.
Definisi
Adenomiosis
(endometriosis interna) adalah implantasi jaringan endometrium di dalam miometrium
(otot rahim). Akibat implantasi endometrium yang masih aktif dalam otot
rahim terjadi perubahan pada saat menstruasi atau aktivitasnya mengikuti
perubahan hormonal. Pada saat menstruasi, endometrium
mengalami proses menstruasi pula tetapi darah tidak mempunyai saluran untuk
keluar sehingga terjadi timbunan darah. Timbunan darah ini saat menstruasi
menimbulkan rasa sakit. 1
Adenomiosis
uterus adalah perluasan kelenjar endometrium
dan stroma secara simetris atau terlokalisasi ke dalam miometrium. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan endometriosis atau mioma. 2
2.
Epidemiologi
Diagnosis adenomiosis ditegakkan secara histologis sehingga angka insidensi
yang pasti tidaklah dapat ditentukan. Dalam berbagai penelitian, prevalensinya
berkisar antara 5 hingga 70%. Besarnya rentang ini mungkin dikarenakan oleh
banyak faktor termasuk klasifikasi diagnostik yang beragam, perbedaan jumlah
jaringan yang diambil sebagai sampel biopsi
dan biasa yang mungkin timbul dari hal patologinya sendiri karena
mempertimbangkan perjalanan penyakit pasien. Secara umum, rata-rata frekuensi
kejadian adenomiosis pada histerektomi adalah sekitar 20-30%.3
Adenomiosis
sering berkembang pada usia reproduksi lanjut, biasanya antara usia 35 dan 50
tahun. Estimasi prevalensi adenomiosis sangat luas dari 5-70%
dengan frekuensi rata-rata tindakan histerektomi
sekitar 20-30%. Wanita premenopause
dengan diagnosis adenomiosis yaitu
70%. Di Indonesia endometriosis
ditemukan kurang lebih 30% pada wanita infertil. 3,4
3.
Etiologi
Mekanisme perkembangan adenomiosis tidak diketahui. Pada
binatang, prolaktin muncul sebagai
pemicu awal dari adenomiosis
disamping estrogen dan progesteron dibutuhkan sebagai
penyelenggaranya. Ketika prolaktin
dan antagonis dopamin diberi pada
mencit neonatus (usia 1-14 hari) atau
mencit dewasa muda (usia 40-79 hari), binatang-binatang tersebut menderita adenomiosis dengan angka yang lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan mencit yang tanpa perlakuan. Disamping
itu, mencit yang diberi dietilstilbestrol
dan progesteron menghasilkan proporsi
lebih tinggi berkembangnya adenomiosis.
Meskipun demikian, tidak ada yang menunjukkan secara langsung hubungan prolaktin dan kelebihan estrogen terhadap perkembangan adenomiosis.5
Trauma uteri dengan gangguan pada endometrium dan miometrium
junction (misalnya pada proses kelahiran) telah
dikaji sebagai penyebab adenomiosis.
Kemungkinan trauma persalinan merusak pertautan endometrial-miometrial yang selanjutnya terjadi
hiperplasia reaktif dari endometrium
basalis menghasilkan invasi miometrium melalui
lapisan basal dan perkembangan adenomiosis.
Trauma pembedahan dari lapisan uterus juga sebagai predisposisi perkembangan adenomiosis.4
4.
Gejala
klinis
Gejala
klinik yang dijumpai pada adenomiosis
adalah:
1.
Menoragia
: perdarahan banyak saat menstruasi
2.
Dismenorea
sekunder : rasa sakit sebelum dan pada saat menstruasi
3.
Nyeri pelvis
4.
Pembesaran rahim
asimetris walaupun ukuran biasanya kurang dari 14 cm dan lunak, khususnya saat
menstruasi. Pergerakan uterus tidak terbatas dan tidak dikaitkan dengan
kelainan adnexa. 6
5.
Kadang-kadang adanya
daerah adenomiosis yang melunak dapat
diamati tepat sebelum atau selama permulaan menstruasi.
6.
Keadaan ini cenderung
terjadi pada wanita yang melahirkan >30 tahun dan jarang pada nulipara. 1
5.
Faktor
risiko
1.
Usia
70-80% wanita mengalami histerektomi pada adenomiosis berada pada dekade 4 dan 5 serta multiparitas. Beberapa
penelitian melaporkan rata-rata usia >50 tahun yang mengalami histerektomi pada penderita adenomiosis.
Adenomiosis
stadium awal mungkin menunjukkan perbedaan fenotip
klinik dibandingakan dengan adenomiosis
stadium lanjut.
2.
Multiparitas
Presentasi tinggi terjadinya adenomiosis pada wanita dengan multiparitas. Kehamilan memudahkan
pembentukan adenomiosis dengan
membiarkan fokus adenomiosis berada
pada miometrium karena invasif alami
dari trofoblas terhadap pertambahan
serabut-serabut miometrium. Jaringan adenomiotik mungkin memiliki reseptor estrogen lebih tinggi dan lingkungan
hormonal pada kehamilan menguntungkan bagi perkembangan kelompok endometrium ektopik.
3.
Pembedahan
uterus
Wanita yang memiliki riwayat pembedahan
uterus seperti kuretage
atau operasi caesar
memiliki risiko lebih tinggi untuk berkembangnya kondisi ini daripada wanita
rata-rata yang berisiko. 3
4.
Merokok
Penurunan level serum estrogen telah dilaporkan pada perokok.
5.
Kehamilan
ektopik
Inplantasi adenomiosis dapat menghasilkan perkembangan kehamilan didalam miometrium.
6.
Depresi
dan penggunaan antidepresan
Penelitian terbaru tentang adenomiosis telah menemukan peningkatan
risiko pada manusia dan binatang yang mengalami depresi dan penggunaan antidepresan. Ini mungkin berkaitan
dengan dinamika prolaktin yang
abnormal.
Pada penelitian in vitro menjelaskan
bahwa prolaktin dihasilkan oleh
jaringan uterus manusia meliputi endometrium,
miometrium dan leiomioma dan reseptor prolaktin
fungsional berada dalam uterus dan mampu berlaku sebagai sel otot polos
mitogen. Pertumbuhan endometriosis
mungkin di atur oleh sistem imun alami dalam lingkungan pelvis.
7.
Pengobatan
tamoxifen
Adenomiosis
relatif jarang pada wanita postmenopaus tapi indensi lebih tinggi pada wanita
yang diterapi dengan tamoxifen untuk
kanker payudara.
Tamoxifen adalah antagonis reseptor estrogen pada jaringan payudara melalui
metabolit aktifnya, hidroxytamoxifen.
Di dalam jaringan endometrium, hidroxytamoxifen bekerja seperti agonis
sehingga adenomiosis dapat berkembang
atau teraktivasi kembali. 4
6.
Patofisiologi
Peneliti mengajukan hipotesis bahwa patogenesis adenomiosis adalah invasi miometrium oleh endometrium menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia miometrium.
Pendukung teori ini berkaitan dengan paritas yang menyebabkan gangguan pada
uterus saat kehamilan dan melahirkan secara sesar dapat memicu terjadinya adenomiosis.2
Gambar
1. Uterus normal dan adenomyosis
Mekanisme pasti mengenai bagaimana munculnya gejala adenomiosis masih belum jelas. Meskipun
demikian, ada beberapa perubahan yang terjadi pada miometrium pasien yang kemudian menimbulkan gejala menoragia. Fokus
adenomiosis dapat mempengaruhi
susunan otot-otot normal di uterus, dan karena itu, otot-otot uterus jadi tidak
dapat berkontraksi dengan optimal sewaktu menstruasi sehingga muncullah
perdarahan dalam jumlah lebih banyak. Distorsi dari lapisan miometrium sebelah dalam pada zona
junctional juga akan mempengaruhi kontraksi miometrium, orientasi, amplitudo
dan frekuensi kontraksi, yang berakibat pada menoragia, karena lapisan miometrium subendometriumnya terlibat dalam modulasi kontraksi uterus di
sepanjang siklus menstruasi. Sebagai tambahan, adenomiosis dapat berakibat pada pembesaran uterus dimana luas area
permukaan endometrium jadi lebih
luas, jaringan adenomiosis ektopik
tersebut mengandung sitokin-sitokin seperti faktor pertumbuhan angiogenik (basic fibroblast growth factor).6
Menoragia dapat menyebabkan ketidakstabilan uterus
atau dismenorea akibat stimulasi dan edema jaringan endometrium di dalam miometrium. Diperkirakan bahwa jaringan adenomiosis mungkin memiliki
karakteristik yang sama dengan endometriosis,
dimana endometrium ektopik tersebut
memiliki reseptor siklooksigenase 2 dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah
reseptor yang sangat banyak ini menyebabkan peningkatan pembentukan
prostaglandin, dan mengakibatkan dismenorea berat dan nyeri panggul kronik.2
Gambar
2. Histerektomi total
Hormon steroid gonadal juga berperan dalam
patofisiologi adenomiosis. Penempelan
adenomiotik menunjukkan aktivitas sulfatase estron dan juga berbagai bentuk
reseptor estrogen. Peran estrogen dan estrogen reseptor pada penempelan adenomiotik selanjutnya didukung
dengan bukti bahwa hiperplasia endometrium
lebih lazim terjadi pada wanita yang mengalami adenomiosis. Prolaktin
menjadi kunci agen patologik. Mencit yang memiliki level prolaktin plasma yang tinggi dan pemberian bromokriptin mencegah
perkembangan adenomiosis. Paparan
tidak langsung dari uterus karena hiperprolaktinemia
sekunder terhadap pengobatan serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dapat
menyebabkan adenomiosis. Teori ini
diperkuat dengan bukti yang menunjukkan
bahwa depresi dan penggunaan antidepresan
meningkatkan kejadian adenomiosis.
Serta peninggkatan level FSH juga penting dalam patogenesis penyakit ini. 7
7.
Diagnosis
Adenomiosis
adalah diagnosis klinis dan dapat dikonfirmasi dengan gambaran patologi
anatomi. Studi pencitraan yaitu USG transvaginal dan MRI walaupun membantu tapi
memiliki akurasi yang kurang dan tidak direkomendasikan secara rutin.5
Gambar 2. Hasil Pemeriksaan USG Adenomiosis
8.
Diagnosis
Banding
1. Kehamilan
2. Leiomioma
submukosa (leiomioma terjadi pada 50-60% kasus adenomiosis)
3. Endometriosis
pelvis (menyebabkan komplikasi pada 15% adenomiosis)
4. Sindrom
kongestif pelvis
5. Hipertrofi
uteri idiopatik
6. Kanker
endometrium.1
9.
Penatalaksanaan
1. Bersifat
simtomatik jika masih ingin mempertahankan kemampuan untuk memiliki anak.
Terapi hormon tidak bermanfaat.
2. Kadang-kadang
adenomioma yang terisolasi dapat diangkat dengan pembedahan.
3. Terapi
kuratif yang biasa dikerjakan adalah histerektomi.
1
4. Pada
kasus adenomiosis ringan tidak
membutuhkan terapi dan sering menghilang secara spontan setelah menopaus.
5. Nyeri
menstruasi yang parah dapat diterapi dengan obat antiprostaglandin. Namun jika
periode nyeri berkepanjangan dan tidak dapat ditoleransi dengan
antiprostaglandin maka dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.
6. Hormon
sintetik agonis GnRH (gonadotropin-releasing
hormone) dapat menjadi alternatif diluar pembedahan seperti progestin-releasing intrauterine devices
(misalnya Mirena). 3
7. NSAID,
kontrasepsi oral, dan menekan menstruasi menggunakan progestin telah dibuktikan
dapat membantu dalam penanganan awal. 6
DAFTAR PUSTAKA
1.
Benson, RC., Pernoll,
ML, 2009, Buku Saku Obstetri & Ginekologi, Edisi 9, EGC, Jakarta.
2.
Sinclair, C, 2010, Buku
Saku Kebidanan, EGC, Jakarta.
3.
Carlson, KJ, et al,
2004, The Harvard Guide to Women’s Health, Harvard University Press.
4.
Taran, FA, et. Al,
2013, Adenomyosis: epidemiology, Risk Factors, Clinical Phenotype and Surgical and
Interventional Alternatives to Hysterectomy, geburtshilfe Frauenheilkd,
Journal: accessed October 30 2014, German.
5.
Blaustein, A, Kurman,
RJ, 2002, Blaustein’s Pathology of the Female Genital Tract, Springer Science
& Business Media.
6.
Berek, JS, 2007, Berek
& Novak’s Gynecology, Williams, L, Wilkins.
7.
Strauss, JF, Barbieri
RL, 2013, Yen and Jaffe’s Reproductive Endocrinology, Elsevier Health Sciences,
accessed November 3 2014.
8.
Milwaukee, 2008, Endometriosis, article, accessed in
November 8 2014, Gale Encyclopedia of Medicine.
9.
Agarwal N, Subramanian,
A, 2010, Endometriosis-Morphology,
clinical presentations and Molecular Pathology, Medknow Publications, Accessed
in November 9 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar