Jumat, 01 April 2016

DASAR ILMU KEDOKTERAN FORENSIK (Part I)

BAB I
PENDAHULUAN

Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sering dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga diperlukan oleh kalangan penegak hukum dalam memeriksa korban maupun memberikan keterangan untuk kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan. Pada korban yang tidak dikenal diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui identitasnya. Begitu pula pada korban penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran kandungan dan peracunan diperlukan pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi secara medis. Hasil pemeriksaan dan laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan alat bukti dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara pidana maupun perdata. Pada tahap penyidikan dipergunakan sebagai alat bukti dan petunjuk oleh para penyidik dan di sidang pengadilan dipergunakan oleh jaksa, hakim dan pembela sebagai alat bukti yang sah.1
Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya. Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai dengan standar. Sikap profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab, dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien).  Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu “sesuai dengan tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari ciri-ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar profesionalisme tersebut dapat terwujud.2
Profesi dokter mempunyai tugas lain yang tidak kalah penting dari sekedar memberikan pelayanan medis klinis kepada masyarakat,  yaitu memberikan bantuan terhadap penegakan hukum dan keadilan (medical for law). Seperti juga hak kehidupan, kesehatan, kesembuhan maka keadilan dan perlindungan hukum merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Salah satu cabang ilmu kedokteran yang begitu akrab dengan permasalahan penegakan hukum dan keadilan adalah ilmu kedokteran forensik. Penegakan hukum di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran kedokteran forensik. Hal ini tampak dari berbagai macam bantuan yang dapat diberikan oleh kedokteran forensik dalam mengungkap suatu tindak pelanggaran hukum. Kata ”Forensik” berasal dari ”Forum” yang berarti pasar. Pada zaman Romawi kuno pasar digunakan sebagai tempat pengadilan. Dari istilah ini kemudian berkembang pengertian bahwa ilmu kedokteran forensik merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologinya untuk membantu penegakan hukum dan keadilan.3
Di negara yang berlandaskan hukum, maka sudah selayaknya jika hukum di jadikan supremasi, dimana setiap orang di harapkan tunduk dan patuh terhadap hukum tersebut. Hal ini terjadi bila tersedia perangkat hukum yang mengatur seluruh sektor kehidupan, diantaranya adalah sektor kesejahteraan rakyat. Salah satu dari bagian sektor kesejahteraan yaitu kesehatan, maka di sini di perlukan perangkat hukum kesehatan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam upaya mewujudkan masyarakat sejahtera khususnya melalui hukum kesehatan, dokter merupakan salah satu faktor penting yang harus di soroti bersama. Karena dalam praktik kedokteran kesalahan dokter dalam menjalankan tugas dapat mengakibatkan sesuatu yang fatal.4
Peranan dari kedokteran forensik dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsur-unsur yang di dakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta memberikan gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara korban dan pelaku kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et repertum. Disamping itu, diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek persidangan yang memerlukan keterangan dari kedokteran forensik, tidak pernah menghadirkan ahli dalam bidang ini untuk diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti saksi. Implikasi teoritis persoalan ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan suatu perkara yang memerlukan keterangan dokter forensik, hanya memerlukan keterangan yang berupa visum et repertum tanpa perlu menghadirkan dokter yang bersangkutan di sidang pengadilan. Sedangkan implikasi praktisnya bahwa hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menangani perkara yang memerlukan peran dari kedokteran forensik.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1      Definisi
Ada beberapa pengertiaan yang dikemukakan oleh ahli kedokteran forensik, diantaranya Sidney Smith mendefinisikan ”Forensic medicine may be defined as the body of medical and paramedical scientific knowledge which may services in the adminitration of the law”, yang maksudnya ilmu kedokteran forensik merupakan kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum. Prof.Dr.Amri Amir,Sp.F (2007) mendefinisikan Ilmu Kedokteran Forensik sebagai penggunaan pengetahuan dan keterampilan di bidang kedokteran untuk kepentingan hukum dan peradilan.1
Prof.Dr.Budi Sampurna,Sp.F (2009) mendefinisikan Ilmu Kedokteran  Forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan dan memecahkan masalah-masalah di bidang hukum.6
Dokter adalah dokter lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Institusi Pendidikan (Profesi Dokter) adalah institusi yang melaksanakan pendidikan profesi dokter baik dalam bentuk fakultas, jurusan atau program studi yang merupakan pendidikan universitas (academic entity).
Profesi Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, serta kode etik yang bersifat melayani masyarakat sesuai UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.7
Standar Profesi Dokter adalah standar keilmuan dan keterampilan minimal yang harus dikuasai dokter dalam menjalankan praktek kedokteran.7
Standar Kompetensi adalah kualifikasi yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP 19/2005).7
Berdasarkan definisi-definisi diatas standar profesi dokter di bidang kedokteran forensik dapat kita definisikan sebagai standar keilmuan dan keterampilan minimal yang harus dikuasai seorang dokter dalam mengunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan, dan memecahkan masalah-masalah hukum.

2.2      Lingkup Pelayanan
Pelayanan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam beberapa kasus masih diperlukan disiplin ilmu lain. Di bidang kesehatan bantuan tersebut dapat mencakup Patologi Forensik, Psikiatri Forensik, Toksikologi Forensik, Antopologi Forensik, Odontologi Forensik dan Radiologi Forensik yaitu. Jurusan Biologi yang dekat dengan ilmu kedokteran yaiu Entomologi Forensik yang dalam dua decade ini menunjukkan peranan yang meningkat. Patologi forensik adalah pengetahuan tentang pemeriksaan kelainan pada jaringan tubuh oleh karena kekerasan atau mati tiba-tiba untuk kepentingan pengadilan. Psikiatri Forensik tentang pembuktian adanya kelainan jiwa pada tersangka. Toksikologi Forensik adalah peristiwa keracunan yang berhubungan dengan peristiwa pidana. Radiologi Forensik yang sudah lama berperan adalah cabang ilmu kedokteran yang sudah banyak membantu dalam pemeriksaan korban dan jaringan tubuh menggunakan pengetahuan dan teknologi radiologi. Odontologi forensik penggunaan pengetahuan ilmu kedokteran gigi untuk kepentingan hukum dan peradilan terutama dalam identifikasi. Entomologi Forensik adalah pengetahuan tentang serangga yang berguna untuk masalah forensik.1
Peranan ahli (expert) termasuk dokter dalam bidang Kedokteran Forensik adalah dalam rangka membuka tabir suatu peristiwa yang dapat menjawab 7 pertanyaan :
      1.    Apa yang terjadi (what)2.      Siapa yang terlibat (who)3.      Di mana terjadi (where)4.      Kapan terjadi (when)5.      Bagaimana terjadinya (how)6.      Dengan apa melakukannya (with what)7.      Kenapa terjadi peristiwa tersebut (why)
Makin banyak tabir yang dibuka oleh ahli, makin terang peristiwa yang terjadi, sehingga akan memudahkan para penyidik dan yudex facti memutuskan perkara secara adil dan diterima mereka yang berperkara.1
Kedokteran forensik sebenarnya suatu ilmu yang dimiliki oleh setiap dokter karena tanpa terkecuali semua dokter pernah mendapatkan pengetahuan ilmu kedokteran forensik diwaktu perkuliahan. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi dokter untuk tidak memberikan bantuan dalam penegakan hukum dan keadilan. Satu lagi yang harus diingat bahwa dokter juga dapat menerima sanksi bila tidak memberikan bantuan tersebut seperti tercantum dalam pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP): Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban menurut undang-undang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman selama-lamanya 6 bulan.3
Menurut Prof.Dr.Budi Permana,Sp.F pelayanan di bidang forensik mencakup kriminalistik yaitu pusat laboratorium Polri dan laboratorium lain, kedokteran forensik cs yaitu termasuk pelayanan di rumah sakit, fakultas kedokteran negeri, Ladokpol, Polri, Patologi forensik, Forensik klinik yang mencakup penganiayaan fisik, kekerasan seksual, peracunanan, fitness to: be derained, be interviewed, stand trial, competence. Prinsip kerja kedokteran forensik berdasarkan sumpah dokter, etika, dan standar kebebasan profesi yang mempertimbangkan aspek obyektifitas ilmiah, impartial, komprehensif, menyeluruh dan sesuai prosedural.6
Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah membantu pembuktian melalui pembuktian ilmiah termasuk dokumentasi informasi/prosedur, dokumentasi fakta, dokumentasi temuan, analisis dan kesimpulan, presentasi (sertifikasi).
Dinilai menurut waktu penyelidikan hingga persidangan dokter mempunyai peran sebagai berikut:
      1.      Masa Penyelidikan
2.      Pemeriksaan di TKP dan analisis data yang ditemukan
3.      Masa Penyidikan
4.      Pembuatan visum et repertum dan BAP saksi ahli
5.      Masa Persidangan
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah.

2.3      Peran Profesional Kedokteran Forensik
Peran profesi kedokteran forensik berkaitan dengan kepentingan peradilan dengan melibatkan pengetahuan patologi forensik dan patologi klinik. Profesi kedokteran forensik bisa juga mencakup ruang lingkup bukan peradilan yaitu berperan dalam identifikasi, keterangan medis, uji keayahan, dan pemeriksaan barang bukti lainnya.6
Pendekatan kedokteran forensik selain menjadi ahli klinik medikalisasi dan terapi, ilmu forensik juga berperan dalam hal non-terapi , yaitu pembuktian. Ilmu forensik sangat komprehensif mencakup psikososial, yuridis. Akan tetapi forensik juga tidak bisa dikatakan hukum karena forensik tidak menentukan suata peristiwa disebut pembunuhan, perkosaan atau mengatakan siapa pelaku. Forensik hanya memberi petunjuk cara kematian atau pidana atau petunjuk siapa pelaku.6
Ilmu kedokteran forensik mengutamakan prinsip dasar etika kedokteran meliputi: prinsip tidak merugikan (non maleficence), prinsip berbuat baik (beneficence), prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), dan prinsip keadilan (justice). Prinsip tidak merugikan (non maleficence), merupakan prinsip dasar menurut tradisi Hipocrates, primum non nocere. Jika kita tidak bisa berbuat baik kepada seseorang, paling tidak kita tidak merugikan orang itu. Dalam bidang medis, seringkali kita menghadapi situasi dimana tindakan medis yang dilakukan, baik untuk diagnosis atau terapi, menimbulkan efek yang tidak menyenangkan.7
Prinsip berbuat baik (beneficence), merupakan segi positif dari prinsip non maleficence. Prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), merupakan suatu kebebasan bertindak dimana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Di sini terdapat 2 unsur yaitu : kemampuan untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana tertentu dan kemampuan mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Dalam hubungan dokter-pasien ada otonomi klinik atau kebebasan professional dari dokter dan kebebasan terapetik yang merupakan hak pasien untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya, setelah mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya. Prinsip keadilan (justice), berupa perlakuan yang sama untuk orang-orang dalam situasi yang sama, artinya menekankan persamaan dan kebutuhan, bukannya kekayaan dan kedudukan sosial.7

2.4      Prosedur Medikolegal
Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.2
Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran, penerbitan surat kematian dan surat keterangan medik, pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik), dan kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.2

Dasar Pengadaan Visum et Repertum1,2,6
Pasal 133 KUHAP
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Menurut pasal 133 KUHAP permintaan visum et repertum merupakan wewenang penyidik, resmi dan harus tertulis, visum et repertum dilakukan terhadap korban bukan tersangka dan ada indikasi dugaan akibat peristiwa pidana. Bila pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum disertai identitas label pada bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang diminta, dan visum tersebut ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau kepada dokter di rumah sakit.

Sanksi Hukum bila Menolak1,2
Pasal 216 KUHP
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara selama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan Ribu Rupiah.

Pemeriksaan Mayat untuk Peradilan1,2
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah.

Permintaan Sebagai Saksi Ahli1,2
Pasal 179 (1) KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan Bulan.

Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka ( VeR Psikiatris)2

Pasal 120 KUHAP
(1)   Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Pasal 53 UU Kesehatan
(3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.

Keterangan Ahli1,2
Pasal 1 Butir 28 KUHAP
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli saecara umum)
Agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya pembuktian, keterangan ahli harus “dikemas” dalam betuk alat bukti sah.

Alat Bukti Sah1
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 KUHAP
Alat bukti yang sah adalah:
(a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) Surat, (d) petunjuk, (e) keterangan terdakwa

Keterangan ahli diberikan secara lisan2
Pasal  186
keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 186
Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).

Keterangan ahli diberikan secara tertulis2
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat bedasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
2.5      Pengertian Standar Kompetensi Dokter 8
Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah ‘seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
Elemen-elemen kompetensi terdiri dari :
a.                  Landasan kepribadian
b.                  Penguasaan ilmu dan keterampilan
c.                  Kemampuan berkarya
d.                 Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai
e.                  Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian dalam berkarya.
Epstein and Hundert (2002) memberikan definisi sebagai berikut : “Professional competence is the habitual and judicious use of communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions, values, and reflection in daily practice to improve the health of the individual patient and community”.
Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa : “Competency is a complex set of behaviorsbehaviours built on the components of knowledge, skills, attitude and competence as personal ability”.
Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pengertian kompetensi dokter lebih luas dari tujuan instruksional yang dibagi menjadi tiga ranah pendidikan, yaitu pengetahuan, psikomotor dan afektif.

Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh seorang profesi dokter, maka yang bersangkutan akan mampu :
a.                  Mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya
b.                  Mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan
c.                  Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula
d.                 Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya
e.                  Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda
Dengan telah ditetapkannya keluaran dari program dokter di Indonesia berupa standar kompetensi, maka kurikulum program studi pendidikan dokter perlu disesuaikan. Model kurikulum yang sesuai adalah kurikulum berbasis kompetensi. Artinya pengembangan kurikulum berangkat dari kompetensi yang harus dicapai mahasiswa.

2.6       Penjabaran Kompetensi Dokter  di bidang Kedokteran Forensik

1. Area Komunikasi efektif 8
Kompetensi Inti
Seorang dokter dituntut mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan non verbal dengan pasien (korban hidup) pada semua usia, anggota keluarga (pada korban meninggal), masyarakat, kolega dan profesi lain.
Komunikasi antara dokter dan korban/pasien atau dengan keluarganya harus dilakukan seefektif mungkin oleh dokter agar pasien atau keluarga pasien bersedia dilakukan pemeriksaan walaupun secara hukum untuk pemeriksaan forensik dokter tidak perlu izin keluarga melainkan kewajiban penyidik untuk memberitahu korban atau keluarga korban (meninggal). Hal ini sesuai pasal 134 KUHAP.1
Pasal 134 KUHAP
1.      Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2.      Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut.
3.      Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang.
Ditinjau dari area komunikasi efektif di bidang kedokteran forensik,seorang lulusan dokter harus mampu:
1. Berkomunikasi efektif dengan Korban atau dengan keluarga korban
Berkomunikasi dengan korban serta anggota keluarganya, dengan cara memberi penjelasan apa tujuan dilakukan pemeriksaan, cara dan prosedur pemeriksaan, kemungkinan timbulnya rasa tidak nyaman saat dokter melakukan pemeriksaan, dan informasi lainnya sesuai etika klinis.
Bersambung rasa dengan korban dan keluarganya, seorang dokter saat melakukan pemeriksaan forensik harus menunjukkan rasa simpati dengan kejadian yang meninpa korban, menunjukkan rasa empati dan dapat dipercaya.
Memberikan situasi yang nyaman bagi korban dengan menjaga privasi pasien, Aktif dan mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberi waktu yang cukup pada pasien untuk menyampaikan keluhannya dan menggali permasalahan pasien serta kronologis kejadiaan.

2. Berkomunikasi dengan sejawat
Memberi informasi yang tepat kepada sejawat tentang kondisi pasien baik secara lisan, tertulis, atau elektronik pada saat yang diperlukan demi kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.
Menulis surat rujukan dan laporan penanganan pasien dengan benar, demi kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran. Seorang dokter umum harus merujuk korban apabila apa yang dimintakan penyidik bukan kompetensi dokter umum. Misalnya, identifikasi tulang, identifikasi gigi (odontologi), pemeriksaan DNA, dan lain-lain.
Melakukan presentasi laporan kasus secara efektif dan jelas, demi kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.

3. Berkomunikasi dengan masyarakat
Menggunakan bahasa yang dipahami oleh masyarakat, menggali masalah kronologis kejadian menurut persepsi masyarakat.
Menggunakan teknik komunikasi langsung yang efektif agar masyarakat memahami bahwa pemeriksaan forensik demi penegakan keadilan sebagai hak asasi manusia.
Melibatkan tokoh masyarakat dalam mempromosikan kesehatan secara professional.

4. Berkomunikasi dengan profesi lain
Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi waktu cukup kepada profesi lain untuk menyampaikan pendapatnya. Memberi informasi yang tepat waktu dan sesuai kondisi yang sebenarnya ke perusahaan jasa asuransi kesehatan untuk pemprosesan klaim demi kepentingan hukum.
Memberikan informasi yang relevan kepada penegak hukum atau sebagai saksi ahli di pengadilan (jika diperlukan), termasuk pembuatan visum et repertum atas permintaan penyidik, pemeriksaan korban mati mendadak, tanda-tanda kematiaan dan lain sebagainya.
Melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam rangka pemecahan masalah yang harus dipecahkan secara hukum.

2.  Area Keterampilan Klinis
2.1.      Kompetensi Inti
Seorang dokter umum harus mampu melakukan prosedur pemeriksaan forensik klinis sesuai masalah, kebutuhan korban dan sesuai kewenangannya,.Kaitannya dengan kedokteran forensik adalah seorang dokter umum harus mampu:

1.      Memeriksa dan membuat Visum et Repertum korban luka karena kecelakaan lalu lintas.
2.      Memeriksa dan membuat  Visum et Repertum luka karena penganiayaan.
3.      Memeriksa dan membuat Visum et Repertum Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
4.      Melakukan pemeriksaan luar korban meninggal. Pemeriksaan luar meliputi pemeriksaan label, benda di samping mayat, pakaian, ciri identitas fisik, ciri tanatologis, perlukaan dan patah tulang.
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah. (Pasal 224 KUHP)
Hukum dengan tegas memberikan wewenang “utama” pemeriksaan forensik kepada dokter forensik. Namum, karena ketidaktersediaan dokter forensik hukum memberi peluang kepada dokter (umum dan spesialis apasaja) sebagai pemeriksa, hal ini merujuk pada pasal 133 KUHAP.
Kurikulum pendidikan profesi dokter mengharuskan seorang dokter umum pada waktu pendidikan harus mempelajari patologi forensik dan forensik klinik, maka dokter umum berwenang melakukan pemeriksaan forensik.3,7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar